SOFTSKILL
Menanggapi
Iklan Dalam Etika
Iklan Rokok Melanggar Etika, Benarkah?
Iklan
sering muncul secara jelas lewat media seperti televisi. Definisi dari iklan
sendiri adalah pesan komunikasi pemasaran tentang sesuatu produk yang
ditawarkan dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Dewasa ini,
banyak perusahaan yang memasarkan produk melalui iklan. Akan tetapi tidak semua
iklan mengarah kepada hal yang benar, sering kali perusahaan melupakan point
etika dalam beriklan. Yang penting bagi pemasaran produk itu adalah terlihat
bagus, menarik, dan tidak norak. Ada banyak etika bisnis periklanan yang harus
diperhatikan misalnya tidak boleh memberikan kesan/citra yang negatif kepada
produk kompetitor, tidak boleh melakukan pembohongan publik, memperhatikan
pelanggaran kesopanan dan tanggung jawab sosial yang harus diemban oleh iklan.
Kali
ini saya akan mengangkat masalah etika dalam periklanan, yaitu pelanggaran
etika iklan rokok. Iklan rokok tak hanya dapat ditemui di media elektronik
seperti televisi, di sepanjang jalan terlihat banner – banner iklan rokok
menghabisi space karena ukurannya yang besar. Kesalahan atau pelanggaran iklan
rokok sendiri adalah pada jam tayang nya yang dampaknya akan mempengaruhi anak
– anak. Karena iklan rokok sendiri mengambil jam selain malam seperti siang dan
sore. Jika dilihat oleh anak kecil yang tidak mengetahui apa itu rokok dan
kandungan rokok jika dikonsumsi, ia akan terpengaruh untuk mencobanya. Peran
orang tua disini sangatlah penting untuk memberikan gambaran yang sebenarnya.
Dalam hal ini, pihak periklanan maupun pemilik pembuat produk telah menyalahi
aturan yang berlaku.Berdasarkan PP No. 81 tahun 1999, semua iklan rokok di
Televisi dilarang. Namun, karena pihak Televisi memprotesnya, muncul PP No.38
Tahun 2000 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. Dalam PP yang baru ini,
iklan rokok di Televisi hanya boleh ditayangkan pukul 21.30 hingga 05.00.
Penayangan iklan rokok pada malam hari ini bertujuan agar tidak ditonton
anak-anak. Selain itu semua iklan rokok selalu menggambarkan konsumennya adalah
seseorang yang tanggap, berani, sukses dan kreatif. Sebenarnya disini sudah
menyalahi aturan etika pada aspek kebohongan publik karena menggambarkan yang
salah, seharusnya pengguna rokok/konsumen rokok digambarkan secara nyata,
kandungan nikotin pada rokok akan merusak tubuh dan akan menimbulkan penyakit
yang bermacam – macam dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
Menurut
penelitian yang dilakukan penulis, kebanyakan anak kecil mencoba rokok karena
sering melihat iklan rokok yang dianggap keren. Apabila dimaknai secara lebih
iklan rokok semakin tidak etis karena melakukan pembodohan dan indoktrinasi
brand image yang luar biasa dalam mempromosikan rokok. Rokok digambarkan
sebagai lambang kejantanan, kesuksesan, kenikmatan, kebebasan, kedewasaan dan
lain-lain. yang kesemuanya merupakan buaian yang mengajak masyarakat untuk
merokok.
Misal
dalam kata – kata seperti slogan Talk Less Do More (sedikit bicara, banyak
berbuat), Ade mengartikan iklan tersebut memiliki makna implisit mengajak kita
untuk merokok, karena menghisap batang rokok akan membuat kita sedikit untuk
berbicara, dan seperti kuli bangunan di Indonesia yang sebagian besar merupakan
perokok berat, mereka sedikit berbicara, namun tetap bekerja. Lalu slogan
Buktikan Merahmu, juga diartikan sebagai buktikan keberanianmu dengan api
rokokmu. Lalu iklan rokok Malboro Mix juga menampilkan cengkeh dengan lebih
menekankan pada bentuk tulisan. Dalam media iklan dalam bentuk spanduk tertulis
“Terbuat dari cengkeh terbaik Indonesia” hal ini merupakan pelanggara etika.
Bagaimana
jika iklan rokok ditampilkan atau digambarkan dengan bentuk paru – paru
perokok? Apakah masih ada perokok? Entah.. Itu semua sesuai dengan kesadaran
masing – masing individu.
Kesimpulannya
adalah iklan sebagai pesan komunikasi pemasaran harus di jalankan sesuai dengan
tujuannya. Perusahaan harus memikirkan dampak positif dan negatif dari iklan
yang mereka ciptakan. Karena iklan yang tidak beretika bisnis akan membuat
masyarakat yang menyaksikannya ikut melakukannya. Harusnya perusahaan melakukan
periklanan yang sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang terkandung dalam
hal-hal yang baik dalam beretika bisnis.
Sarannya
adalah kita harus lebih berhati-hati dalam mengambil informasi dalam hal apapun
di media elektronik (televisi) karena belum tentu semua yang di informasikan
tersebut positif atau baik untuk diri kita. Untuk para orang tua agar lebih
sigap dan perhatian kepada buah hatinya masing-masing agar anak-anak mereka
tidak melakukan contoh yang tidak baik dari apa yang mereka saksikan di
televisi. Untuk pemerintah agar lebih ketat untuk melakukan izin periklanan
agar tidak timbul iklan yang tidak beretika bisnis dan menyesatkan masyarakat.
Kenanda
Queenta Mulya
14213795
| 4EA16