Senin, 21 November 2016

SOFTSKILL

Menanggapi Iklan Dalam Etika


Iklan Rokok Melanggar Etika, Benarkah?



Iklan sering muncul secara jelas lewat media seperti televisi. Definisi dari iklan sendiri adalah pesan komunikasi pemasaran tentang sesuatu produk yang ditawarkan dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Dewasa ini, banyak perusahaan yang memasarkan produk melalui iklan. Akan tetapi tidak semua iklan mengarah kepada hal yang benar, sering kali perusahaan melupakan point etika dalam beriklan. Yang penting bagi pemasaran produk itu adalah terlihat bagus, menarik, dan tidak norak. Ada banyak etika bisnis periklanan yang harus diperhatikan misalnya tidak boleh memberikan kesan/citra yang negatif kepada produk kompetitor, tidak boleh melakukan pembohongan publik, memperhatikan pelanggaran kesopanan dan tanggung jawab sosial yang harus diemban oleh iklan.
Kali ini saya akan mengangkat masalah etika dalam periklanan, yaitu pelanggaran etika iklan rokok. Iklan rokok tak hanya dapat ditemui di media elektronik seperti televisi, di sepanjang jalan terlihat banner – banner iklan rokok menghabisi space karena ukurannya yang besar. Kesalahan atau pelanggaran iklan rokok sendiri adalah pada jam tayang nya yang dampaknya akan mempengaruhi anak – anak. Karena iklan rokok sendiri mengambil jam selain malam seperti siang dan sore. Jika dilihat oleh anak kecil yang tidak mengetahui apa itu rokok dan kandungan rokok jika dikonsumsi, ia akan terpengaruh untuk mencobanya. Peran orang tua disini sangatlah penting untuk memberikan gambaran yang sebenarnya. Dalam hal ini, pihak periklanan maupun pemilik pembuat produk telah menyalahi aturan yang berlaku.Berdasarkan PP No. 81 tahun 1999, semua iklan rokok di Televisi dilarang. Namun, karena pihak Televisi memprotesnya, muncul PP No.38 Tahun 2000 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. Dalam PP yang baru ini, iklan rokok di Televisi hanya boleh ditayangkan pukul 21.30 hingga 05.00. Penayangan iklan rokok pada malam hari ini bertujuan agar tidak ditonton anak-anak. Selain itu semua iklan rokok selalu menggambarkan konsumennya adalah seseorang yang tanggap, berani, sukses dan kreatif. Sebenarnya disini sudah menyalahi aturan etika pada aspek kebohongan publik karena menggambarkan yang salah, seharusnya pengguna rokok/konsumen rokok digambarkan secara nyata, kandungan nikotin pada rokok akan merusak tubuh dan akan menimbulkan penyakit yang bermacam – macam dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
Menurut penelitian yang dilakukan penulis, kebanyakan anak kecil mencoba rokok karena sering melihat iklan rokok yang dianggap keren. Apabila dimaknai secara lebih iklan rokok semakin tidak etis karena melakukan pembodohan dan indoktrinasi brand image yang luar biasa dalam mempromosikan rokok. Rokok digambarkan sebagai lambang kejantanan, kesuksesan, kenikmatan, kebebasan, kedewasaan dan lain-lain. yang kesemuanya merupakan buaian yang mengajak masyarakat untuk merokok.
Misal dalam kata – kata seperti slogan Talk Less Do More (sedikit bicara, banyak berbuat), Ade mengartikan iklan tersebut memiliki makna implisit mengajak kita untuk merokok, karena menghisap batang rokok akan membuat kita sedikit untuk berbicara, dan seperti kuli bangunan di Indonesia yang sebagian besar merupakan perokok berat, mereka sedikit berbicara, namun tetap bekerja. Lalu slogan Buktikan Merahmu, juga diartikan sebagai buktikan keberanianmu dengan api rokokmu. Lalu iklan rokok Malboro Mix juga menampilkan cengkeh dengan lebih menekankan pada bentuk tulisan. Dalam media iklan dalam bentuk spanduk tertulis “Terbuat dari cengkeh terbaik Indonesia” hal ini merupakan pelanggara etika.
Bagaimana jika iklan rokok ditampilkan atau digambarkan dengan bentuk paru – paru perokok? Apakah masih ada perokok? Entah.. Itu semua sesuai dengan kesadaran masing – masing individu.



Kesimpulannya adalah iklan sebagai pesan komunikasi pemasaran harus di jalankan sesuai dengan tujuannya. Perusahaan harus memikirkan dampak positif dan negatif dari iklan yang mereka ciptakan. Karena iklan yang tidak beretika bisnis akan membuat masyarakat yang menyaksikannya ikut melakukannya. Harusnya perusahaan melakukan periklanan yang sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang terkandung dalam hal-hal yang baik dalam beretika bisnis.

Sarannya adalah kita harus lebih berhati-hati dalam mengambil informasi dalam hal apapun di media elektronik (televisi) karena belum tentu semua yang di informasikan tersebut positif atau baik untuk diri kita. Untuk para orang tua agar lebih sigap dan perhatian kepada buah hatinya masing-masing agar anak-anak mereka tidak melakukan contoh yang tidak baik dari apa yang mereka saksikan di televisi. Untuk pemerintah agar lebih ketat untuk melakukan izin periklanan agar tidak timbul iklan yang tidak beretika bisnis dan menyesatkan masyarakat.



Kenanda Queenta Mulya
14213795 | 4EA16